Sudahkah Hak Mereka Kamu Tunaikan?

Inspirasi keren tentang hak orang lain dari istri tercinta.

Gimana nih kabar kamu hari ini? kalau kabar orang tuamu gimana kabarnya? kabar pasangan dan anak-anakmu sehat? kakak, adik, dan temen-temen sehat juga? Alhamdulillah, semoga senantiasa sehat, penuh keberkahan dan kebahagiaan. Di hari Jumat yang berkah ini, sudah baca surat Al Kahfi kan? Sip dah.

Kali ini saya ingin mendokumentasikan inspirasi yang begitu mencerahkan. Langit yang berkabut seolah mulai menampakkan bulan dan bintang, ufuk timur yang gelap seolah mulai dipecahkan oleh sinar fajar mentari. Alhamdulillah.

Makasih ya istriku, Siti Fatimah. Makasih juga ya Allah.

Biar ceritanya nyambung, saya awali dulu dengan pendahuluan singkat ya. 

Semester kemarin, yakni pertengahan tahun 2017, posisi saya masih kuliah di Arab Saudi, sedang menjalani proses penyelesaian tugas akhir. Sedangkan istri saya  berada di Indonesia. Bulan Januari tahun 2017, dengan izin Allah,  anak kedua kami lahir dengan selamat. 

Dari kampus PGSD UNS cabang Kebumen, tempat istri berkarya, ada masa cuti kelahiran. Alhamdulillah, kampus yang bijak dah.

Info dari kampus, istri mendapat amanah untuk mengampu 2 matakuliah. Masing-masing matakuliah yakni 3 SKS, jadi total 6 SKS. Ketika istri sudah selesai masa cuti kelahiran, ya harus menjalankan amanah tersebut. 

Lantas, bagaimana solusi untuk perawatan anak kedua kami?

Dengan memohon ridha Allah, kami berdiskusi beberapa opsi solusi yang memungkinkan. 

Singkat cerita, solusi yang kami yakini dari Allah adalah dengan melibatkan seorang santriwati, bernama mba Iis, alumni pesantren tempat kakak saya mengajar. Mba Iis alhamdulillah bersedia bekerja sama.

Trus kapan membahas inspirasinya? 

Iya, ini mau mulai. Hehe.

Kami bekerja sama dengan mba Iis tidak semata-mata karena ingin ada yang menjaga anak kedua kami ketika istri sedang di kampus, namun juga ada simbiosis mutualisme bagi mba Iis juga. Selain itu, bagi saya seorang calon pengusaha besar pengin belajar merasakan gimana rasanya menggaji karyawan. Hehe.

Dalam kesepakatan, mba Iis akan menerima gaji dua minggu sekali. Jadi setiap dua minggu sekali, istri selalu mengingatkan saya via  chatting, tentang hak mba Iis yang telah disepakati di awal kerja sama. Kalimatnya kurang lebih gini 
"Pa, ini sudah waktunya memberikan haknya mba Iis lho.."
Sekali dua kali hingga berkali-kali saya sering mendapat pesan tersebut. Nah, karena mulai jadi kebiasaan, lama-lama kalimat istri jadi kayak terngiang-ngiang di pikiran saya.

Entah gimana prosesnya, ketika saya melihat kamar berantakan tiba-tiba muncul bisikan nih, "Pa, ada haknya kamar untuk dirapikan lho..."

Ketika melihat piring kotor, "Pa, ada hak piring untuk dibersihkan lho..."

Ketika melihat baju kotor, "Pa, ada hak baju untuk dicuci lho..."

Ketika melihat orang lain, "Pa, ada hak orang lain untuk disapa lho..."

Ketika melihat uang transferan klien, "Pa, ada hak untuk zakat dan sedekah lho..."

Ketika mau pergi, "Pa, ada hak diri kita berdoa dan berniat ibadah..."

Ketika mau masuk rumah, "Pa, ada hak untuk tubuh kita berdoa lagi..."

Ketika mengingat mata, "Pa, ada hak mata kita melihat yang disukai Allah dan juga baca Al Quran..."

Dan masih ada kalimat-kalimat lain yang ternyata selama ini tidak tersadari.

---***--

Lanjut...

Saya masih ingat, pelajaran di sekolah, tunaikan kewajibanmu baru kamu minta hakmu. Ini adalah kalimat yang bagus, barangkali untuk banyak orang, hanya saja kalimat itu bagi saya kayak bikin beban dan tidak jarang melakukannya pun dengan setengah-setengah. Dampaknya, saya kesulitan melihat keindahan pekerjaan tersebut dengan hati.

Kamu WAJIB Belajar, Kamu WAJIB Berbakti, Kamu WAJIB datang tepat waktu, Kamu WAJIB ini Kamu Wajib itu...

Sebagian dari kita pasti ada yang merasakan merasa terpaksa, padahal suatu pekerjaan yang terpaksa hasilnya tidak optimal. 

Gimana kalau kita ganti kalimatnya dengan, "Tunaikan hak mereka, hak kamu akan ditunaikan". 

Dan pertanyaan tersebut ternyata lebih nyaman gitu, gak bikin hati berat atau terpaksa.

Karena saya juga ingin menerima hak terbaik saya, kenapa saya gak berikan hak mereka dengan kualitas terbaik? 
Karena saya akan bahagia ketika menerima hak saya, kenapa saya gak berikan hak mereka agar merekapun bahagia?

Kita melaksanakan sesuatu karena itu adalah hak mereka untuk mendapatkannya dari kita. Terkait hak kita, tetap dong harus kita minta,  tapi mintanya kepada Allah SWT. 

Seorang karyawan, menunaikan hak kantor tempat ia bekerja, ketika saatnya gajian, ya tinggal tunggu haknya saja, sambil minta tapi ke Allah SWT. Kalau kantor bermasalah ngasih gajinya, itu beda urusan, beda pembahasan bro.

---***---

Kalau pekerjaan kita terasa berat, coba deh ganti kalimatnya dengan "Tunaikan hak kantor, Allah yang ngurus hak kita"

Kalau penelitian kita terasa seperti beban, ganti kalimatnya "Ada hak penelitian ini diselesaikan dengan baik..."

Kalau masalah semakin banyak, "Ada hak diri kita untuk semakin berdoa, berpasrah, dan bertawakkal atas segala skenario terbaik Sang Pencipta...."

Itulah inspirasi keren dari istri saya. Pastinya masih butuh banyak ilmu dari para ahlinya, namun saya mensyukurinya, Allah izinkan lebih nyaman dalam beraktivitas. Makasih ya Ma. Makasih juga ya Allah. Semoga kehidupan ini semakin berkah.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama